Tri Taruna Fariadi Menyerahkan Diri ke KPK; Bantah Tabrak Tim Penyelidik

Dengan pengawalan ketat dari petugas dan anggota TNI bersenjata lengkap, Tri Taruna terpantau memasuki markas komisi antirasuah sekitar pukul 12.50 WIB, Senin (22/12/2025). (Foto: suara.com/dea)

Katajari.com – Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasidatun) Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara HSU), Tri Taruna Fariadi akhirnya tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, setelah sempat menjadi buron.

Dengan pengawalan ketat dari petugas dan anggota TNI bersenjata lengkap, Tri Taruna terpantau memasuki markas komisi antirasuah sekitar pukul 12.50 WIB, Senin (22/12/2025).

Kedatangannya seketika menyita perhatian, terutama karena adanya dugaan insiden penabrakan saat ia berusaha kabur dari sergapan tim penyelidik KPK.

Namun, saat dicecar awak media, Tri dengan singkat menyangkal tudingan tersebut.

“Enggak pernah saya nabrak,” kata Tri, Senin (22/12/2025).

Pernyataan ini kontras dengan keterangan yang disampaikan KPK sehari sebelumnya. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa Tri menyerahkan diri melalui Kejaksaan Agung.

“Benar, sudah diserahkan dari Kejaksaan Agung. Selanjutnya langsung dilakukan pemeriksaan,” ujar Budi kepada wartawan.

Budi juga membenarkan adanya insiden di mana mobil yang dikendarai Tri sempat menabrak penyelidik KPK saat proses pengejaran berlangsung. Beruntung, petugas KPK tidak mengalami luka serius.

“Alhamdulillah kondisi baik, selamat, terhindar,” ungkap Budi, Minggu (21/12/2025).

Tri Taruna Fariadi terseret dalam pusaran kasus dugaan pemerasan yang telah lebih dulu menjerat dua atasannya.

KPK sebelumnya telah menetapkan dan menahan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) HSU, Albertinus Parlinggoman (APN), dan Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Hsu Asis Budianto (ASB).

“KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap para tersangka untuk 20 hari pertama sejak tanggal 19 Desember 2025 sampai dengan 8 Januari 2026,” ujar seorang pejabat KPK, Asep.

Dalam konstruksi perkaranya, Kajari Albertinus diduga menjadi otak pemerasan terhadap sejumlah perangkat daerah di HSU. Modusnya adalah mengancam akan menindaklanjuti Laporan Pengaduan (Lapdu) dari LSM jika para pejabat dinas tidak menyetor sejumlah uang.

Dinas yang menjadi target antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).

Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar Laporan Pengaduan (Lapdu) dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yang masuk ke Kejari HSU terkait dinas tersebut, tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep.

Total, Albertinus diduga menerima aliran dana haram sebesar Rp804 juta melalui dua perantara utamanya. Di sinilah peran Tri Taruna (TAS) menjadi sangat sentral.

“Melalui perantara TAS (Kasi Datun), yaitu penerimaan dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp270 juta, dan EVN selaku Direktur RSUD HSU sebesar Rp235 juta,” ungkap Asep.

Sementara perantara lainnya, Asis Budianto (ASB), diduga menyalurkan uang dari Kepala Dinas Kesehatan HSU sebesar Rp149,3 juta.

Tak hanya menjadi perantara, Tri Taruna Fariadi sendiri diduga menikmati aliran uang dalam jumlah yang lebih fantastis. KPK mengungkap adanya dugaan penerimaan lain yang masuk ke kantong Tri secara pribadi.

“Sementara itu, selain menjadi perantara APN, terhadap Saudara TAR juga diduga menerima aliran uang mencapai Rp1,07 miliar,” kata Asep.

Uang miliaran rupiah itu diduga berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan HSU senilai Rp930 juta pada tahun 2022 dan dari pihak rekanan lainnya pada tahun 2024 sebanyak Rp140 juta.

Dari rangkaian OTT ini, KPK berhasil mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp318 juta dari kediaman Kajari Albertinus. Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis.

“Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 KUHP.” (suara.com/kjc)