Begini Babak Baru Kasus Dugaan Suap Bupati Hulu Sungai Utara

KPK ketika menetapkan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa. (Foto: Suara.com/Welly Hidayat)

Katajari.comPenyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), merampungkan berkas penyidikan tersangka Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif, Abdul Wahid dalam kasus suap dan pencucian uang tahun 2021. Berkas tersebut kini sudah berada di Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Hari ini, tim penyidik melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti dengan tersangka AW (Abdul Wahid) pada tim Jaksa karena kelengkapan berkas perkaranya dinyatakan lengkap,” kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Kamis (17/3/2022).

Penahanan tersangka Abdul Wahid pun kini ditambah 20 hari oleh tim Jaksa KPK terhitung sejak 17 Maret sampai 5 April 2022.

“Di rutan KPK pada gedung Merah Putih,” ucapnya

Sementara itu, kata Ali, selama Abdul Wahid dilakukan penahanan. Tim Jaksa menyusun surat dakwaan yang diberi waktu 14 hari untuk diserahkan kepada pengadilan tindak pidana korupsi.

Rencananya, sidang tersangka Abdul Wahid pun, kata Ali, akan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Banjarmasin.

“Tim Jaksa segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkaranya ke Pengadilan Tipikor,” kata Ali.

Tersangka Suap hingga TPPU

Diketahui, KPK telah menetapkan Bupati Abdul Wahid sebagai tersangka kasus suap, gratifikasi hingga pencucian uang. Diduga, Abdul Wahid mendapatkan uang mencapai belasan miliar rupiah dari sejumlah kontraktor yang mengerjakan berbagai proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Salah satunya, Abdul Wahid mendapatkan uang suap dari perantara Plt Kadis PU pada Dinas PUPR Kabupaten Hulu Sungai Utara, Maliki yang kekinian sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Abdul Wahid meminta komitmen fee sebesar 5 persen dari para kontraktor yang mengerjakan proyek di Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Pertama, penerimaan uang Abdul Wahid melalui dari pihak kontraktor,yakni MRH dan FH mencapai Rp 500 juta, melalui Maliki.

Kemudian, pada tahun 2019 senilai Rp 4,6 miliar, tahun 2020 sejumlah sekitar Rp 12 miliar dan pada tahun 2021 sebesar Rp 1,8 miliar.

Selama proses penyidikan, KPK juga sudah menyita sejumlah barang bukti, di antaranya ada mata uang asing. (suara.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *