Katajari.com – Hakim Ketua Letnan Kolonel Chk Arie Fitriansyah memutuskan Kelasi Satu Bah Jumran dijatuhi hukuman seumur hidup dan dipecat dari dinas militer TNI AL.
Pengadilan Militer Kelas I Banjarmasin menjatuhkan pidana penjara seumur hidup kepada Kelasi Satu Bah Jumran dalam perkara pembunuhan berencana terhadap jurnalis Juwita.
Majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Letnan Kolonel Chk Arie Fitriansyah menegaskan bahwa unsur-unsur pembunuhan berencana telah terpenuhi dan tidak dapat dipandang sebagai tindakan spontan atau reaktif.
“Terdakwa telah melakukan serangkaian persiapan matang sejak Februari 2025, termasuk menyusun skenario pembunuhan, menyiapkan alat, dan berupaya menghilangkan jejak.
“Maka dengan demikian, majelis berkesimpulan bahwa unsur kesengajaan dan perencanaan dalam Pasal 340 KUHP telah terpenuhi,” tegas Arie saat membacakan putusan pada sidang terbuka, Senin (16/6/2025).
Selama persidangan terungkap bahwa terdakwa sempat menceritakan rencana pembunuhan kepada temannya, mencari informasi tentang racun dan cara menghilangkan barang bukti, menggadaikan sepeda motor senilai Rp15 juta, serta menitipkan kartu SIM dan meminjam KTP pada 22 Maret 2025.
Beberapa saat sebelum kejadian, terdakwa membeli air mineral dan sarung tangan, mencuci motor, serta menyiram tubuh korban guna menghilangkan jejak sidik jari.
Pembunuhan dilakukan menggunakan teknik pitingan ala MMA selama lebih dari satu menit hingga korban kehilangan napas, lalu dilanjutkan dengan cekikan.
Motif, Hal yang Memberatkan, dan Tambahan Pidana
Motif pembunuhan didorong oleh tekanan dari keluarga korban yang menuntut terdakwa segera menikah, serta penyebaran video pribadi yang menimbulkan tekanan mental.
Majelis hakim menyatakan tidak terdapat keadaan yang meringankan.
Sebaliknya, terdapat sejumlah hal yang memberatkan, seperti terdakwa tidak berterus terang, mencoreng nama baik institusi TNI, bertentangan dengan Sapta Marga, dan menggunakan cara keji dalam melakukan pembunuhan.
Selain pidana pokok penjara seumur hidup, Kelasi Satu Bah Jumran juga dijatuhi pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer.
Adapun tuntutan restitusi dari pihak korban tidak dikabulkan karena terdakwa dinilai tidak memiliki kemampuan finansial.

Keluarga korban melalui kuasa hukum mengaku sangat tidak puas dengan vonis yang dijatuhkan kepada Jumran, yang dirasa sangat jauh dari kata keadilan.
“Bahkan hukumannya harusnya lebih berat dari hukuman mati. Dasarnya adalah ultra petita yaitu hakim boleh mengambil putusan di atas tuntutan. Banyak kasus yang seperti itu,” ucap Kuasa Hukum Korban, Pazri.
Pazri melanjutkan, dirinya menyayangkan majelis hakim tidak mengabulkan restitusi dari LPSK bahkan rekomendasi dari Kemenkumham diabaikan.
“Ke depannya yang bikin kami penasaran adalah, adanya dugaan pelaku lain dalam kasus ini. Karena dalam persidangan terungkap hasil DNA atau sperma yang dikatakan bukan milik terdakwa,” katanya.
Kedua, lanjut Pazri, dalam persidangan hasil tracing handphone juga tidak utuh terungkap, karena itu pihaknya meminta agar tidak dulu dikembalikan kepada terdakwa.
“Kami berharap barang bukti seperti handphone dan rekaman cctv agar ditelaah kembali,” pungkasnya. (kjc)