Pola Makan, Pengetahuan, dan Status Gizi Obesitas Pada Petugas Gizi di Kabupaten Banjar

Petugas Gizi di kabupaten Banjar. (Foto: Dok. Katajari.com)
Petugas Gizi di kabupaten Banjar. (Foto: Dok. Katajari.com)

Indonesia menghadapi masalah gizi ganda di era globalisasi ini, yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Status gizi merupakan salah satu tolak ukur sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju atau berkembang.

Oleh: ABDUL WAHID 

SEBAGAI negara berkembang, kasus gizi kurang telah lama ada di Indonesia, tapi dengan perubahan pola konsumsi, kemajuan ekonomi, disertai dengan kurangnya pengetahuan gizi, menyebabkan meningkatnya angka gizi lebih di Indonesia.

Persentase obesitas di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat 21,8% kasus obesitas, untuk angka Kalimantan Selatan sebesar 29,21% serta angka kasus obesitas Kabupaten Banjar sebesar 24,45% angka tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu 14,8%.

Hasdinah (2014) menyampaikan bahwa obesitas atau gizi lebih erat hubungannya dengan penyakit degeneratif (suatu kondisi penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel-sel tubuh dari keadaan normal menjadi lebih buruk dan berlangsung secara kronis).

Menurut Khomsan (2004) Meningkatnya gizi berlebih akan meningkatkan resiko penyakit degeneratif seperti jantung coroner, diabetes mellitus, hipertensi, penyakit hati dan beberapa jenis kanker.

Dalam menentukan obesitas dengan nilai IMT sebesar > 27,0 (Kemenkes RI, 2018). Bila nilai IMT besar dari > 27,0 dikatakan status gizi obesitas.

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu indikator sumber daya manusia adalah kualitas kesehatan.

Upaya perbaikan kesehatan ini telah dicanangkan oleh pemerintah melalui Program Pembangunan Nasional (Propenas) dengan visinya Indonesia Sehat tahun 2010.

Mempunyai visi atau gambaran keadaan masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut adalah terciptanya perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010, yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

Petugas gizi di Puskemas Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan merupakan salah satu agen promosi kesehatan di bidang gizi.

Namun demikian, ternyata angka obesitas untuk petugas gizi di Kabupaten Banjar tahun 2020 masih cukup tinggi, yaitu sebesar 13,0%. Sebagai petugas gizi, selayaknya memahami bahwa untuk menjadi obesitas, mereka akan melewati kondisi overweight terlebih dahulu.

Dengan demikian, seharusnya mereka sudah lebih waspada agar kondisi overweight tersebut tidak berlanjut menjadi obesitas.

Pengukuran tinggi badan. (Foto: Dok. Katajari.com)
Pengukuran tinggi badan. (Foto: Dok. Katajari.com)

Banyak faktor yang mempengaruhi obesitas, di antaranya adalah pola makan, pengetahuan, dan aktifitas fisik.

Hal ini harus menjadi perhatian besar bagi seluruh individu serta pemerintah, termasuk petugas gizi, agar dapat menurunkan angka kasus obesitas.

Pola Makan

Perubahan pola makan dipercepat oleh besarnya arus budaya makanan luar yang disebabkan oleh kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi (Almatsier, 2009).

Petugas gizi di Kabupaten di Kabupaten Banjar, memiliki pola makan yang tidak seimbang, sehingga pasokan energi tidak sesuai dengan keluaran energi untuk menjalankan kegiatan sehari-hari.

Jika di pagi hari tidak sempat sarapan, lalu siang hari mereka makan seadanya. Selanjutnya, makan malam dilakukan dalam keadaan yang terlalu lelah untuk menyiapkan makanan sehat, maka solusi termudah dan tercepat biasanya adalah pilihan makanan jadi yang komposisi gizinya di luar kontrol.

Keteraturan pola makan sangat tergantung kepada kedisiplinan mengatur waktu dan keuangan.

Tidak jarang dijumpai petugas yang makan pagi dan siang disatukan karena terlambat bangun atau kondisi keuangan kurang baik menurut David Simanjuntak (1998).

Karena biasanya yang dialami petugas, ada waktu tertentu uang mereka banyak dan ada waktu tertentu uang mereka sedikit atau sama sekali tidak ada.

Pola makan merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap status gizi. Pola makan dapat dinilai secara langsung dari kualitas dan kuantitas hidangan.

Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan yang sebaik-baiknya dan keadaan gizi yang baik pun dapat tercapai.

Pengetahuan Gizi

Kemenkes RI (2014) menyatakan bahwa pada konteks pengetahuan gizi seimbang yang dibahas yaitu pedoman gizi seimbang secara umum dan gizi seimbang untuk obesitas.

Pedoman gizi seimbang secara umum bertujuan untuk menyediakan pedoman makan dan berprilaku sehat bagi seluruh lapisan masyarakat berdasarkan prinsip konsumsi aneka ragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik , dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.

WHO (2014) salah satu dampak dari gizi tidak seimbang adalah obesitas. Obesitas merupakan masalah gizi di mana seseorang berat badannya melebihi berat badan normal.

Obesitas di definisikan sebagai akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan.

Pengetahuan gizi dan obesitas berhubungan di mana semakin rendah pengetahuan tentang gizi maka akan semakin tinggi risiko obesitasnya.

Menurut hasil penelitian Jaminah dan Mahmudiono (2018) ada keterkaitan antara obesitas dengan status pengetahuan gizi seseorang.

Sedangkan pengetahuan tentang gizi lebih baik sesuai dengan pekerjaan sebagai ahli gizi di puskesmas.

Akvifitas Fisik

Almatsier (2009) berkurangnya aktivitas fisik karena perbaikan ekonomi akan menyebabkan banyaknya penduduk golongan tertentu yang akan mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan atau obesitas.

Budiyanto (2002) menyebutkan beberapa penyebab gizi lebih adalah ketidakseimbangan aktivitas fisik sehari-hari.

Hal ini didukung dengan hasil penelitian Simatupang (2008), yang menunjukkan bahwa kejadian gizi lebih dipengaruhi oleh variable asupan lemak, asupan energy, frekuensi makan, jenis makanan dan aktivitas fisik.

PENUTUP

Kesimpulan

Hingga saat ini obesitas merupakan masalah besar di Indonesia. Obesitas sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pola makan, pengetahuan, serta aktivitas fisik.

Saran

Untuk mengoptimalisasi penanganan masalah obesitas, diharapkan kepada petugas gizi agar memperbaiki pola makan sesuai dengan pengetahuan gizi yang sudah didapat sejak dimasa pendidikan/perkuliahan ilmu gizi.

Serta memperbanyak aktivitas fisik dimasa senggang baik di kantor maupun di rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Adibah Hani, Patriasih Rita, Nurhayati Ai. (2020). Pengetahuan Gizi Tenaga Kerja Obesitas di Puskesmas Kabuhan Ratu Lampung. Media Pendidikan, Gizi dan Kuliner, 9(2), 28-32.

Marau Moh. Sukmin A, M. Pangemanan Jane, Ratag Gustaf A. E. (2015). Gambaran Perilaku Orang Tua Siswa Kelas 5 SD Negeri 36 Manado Mengenai Obesitas Pada Anak. Jurnal e-Biomedik (eBM), 3(3), 809-812.

Miko Ampera, Dina Putri Bela. (2016). Hubungan Pola Makan Pagi Dengan Status Gizi Pada Mahasiswi Poltekkes Kemenkes Aceh (Relationship breakfast pattern with nutrition status at college student Polytechnic of Health, Ministry of Health, Aceh). Jurnal AcTion: Aceh Nutrition Journal, 1(2), 83-87.

Sembiring Anita Christina. (2018). Analisis Hubungan Body Image dan Pola Makan terhadap Status Gizi pada Mahasiswi Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Kupang. CHMK Health Journal, 2(2), 32-37.

Nama : ABDUL WAHID
NIM : p0713122201j
Mahasiswa : Ahli Jenjang tahun 2022
Perguruan Tinggi : Poltekkes Banjarmasin Jurusan D IV Gizi
Unit Kerja : Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar
Bidang Kesehatan Masyarakat
Staf Seksi Kesga dan Gizi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *