Banjar  

Sengketa Tanah, Lansia Terjerat Masalah Hukum

Kakek bernama Kahfi berusia 73 tahun Warga Banjarmasin terlilit masalah sengketa tanah. (Foto: Radar Banjarmasin)

Katajari.com Sebuah kisah memilukan datang dari Kalimantan Selatan, permasalahan sengketa tanah.

Seorang kakek bernama Kahfi berusia 73 tahun, Warga Banjarmasin, harus menelan pil pahit setelah Mahkamah Agung menjatuhkan vonis satu tahun penjara atas tuduhan menyerobot tanah yang ia klaim sebagai miliknya sendiri sejak lama.

Ironisnya, tanah seluas 3,4 hektare di Jalan Gubernur Subardjo, Desa Kayu Bawang, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar Kalumantan Selatan yang menjadi sumber sengketa. Padahal tanah tersebut telah dikuasai Kahpi selama bertahun-tahun.

Namun tanpa proses hukum perdata untuk membuktikan kepemilikannya, ia justru dilaporkan secara pidana oleh pihak pelapor.

Proses hukum yang dijalani Kahpi pun tak kalah menyayat hati. Ia sempat menjalani tahanan rumah dan dipasangi gelang elektronik selama sekitar 20 hari. Efek dari alat itu masih ia rasakan hingga kini.

“Sebelum saya menjadi tahanan rumah, pakai alat sekitar 20 hari baru dilepas, dan ada gatal-gatal di pergelangan kaki,” ujarnya.

Dalam sidang di Pengadilan Negeri Martapura, harapan sempat menyala. Majelis hakim menyatakan Kahpi tidak bersalah, menyebut bahwa perkara ini adalah ranah perdata, bukan pidana. Kebebasan seolah tinggal selangkah lagi.

Namun, harapan itu segera pupus. Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Putusan kasasi membalikkan keadaan Kahpi dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara.

Vonis tersebut dijatuhkan dengan dasar Pasal 385 ayat 1 KUHP tentang penyerobotan tanah.

Adanya Aksi Damai Dari Mahasiswa

Apa yang dialami Kahpi, menuai perhatian dari kalangan Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat yang menggelar aksi damai di depan Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, Kamis (5/6/2025).

Kedatangan massa aksi ini guna menuntut keadilan untuk seorang Kakek Kahpi yang bermasalah dengan hukum karena mempertahankan sepetak tanah miliknya.

“Kita di sini bukan maksud menghalangi jalannya proses hukum. Kami hanya meminta pihak jaksa menanggapi kasus ini dengan hati nurani,” ujar Kordinator Aksi Damai, Florentino Mario.

Kalangan Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat yang menggelar aksi damai di Depan Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar, Kamis (5/6/2025). (Foto: katajari.com)

Dalam aksi itu juga mereka menyebut, bahwa pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar menerima aspirasi dari mahasiswa.

“Kita meminta penundaan pemanggilan Kahpi kepada Kejaksaan, karena saat ini sedang proses pengajuan Peninjauan Kembali atau PK atas kasus yang menimpa Kahpi,” ucapnya.

Ditambahkan Mario, aksi peduli Kakek Kahpi ini akan terus berlanjut, hingga keadilan benar-benar diterima oleh Kakek Kahpi.

“Akan ada lagi aksi lanjutan ini,” pungkasnya.

Penjelasan Kejari Kabupaten Banjar

Sementara Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar Radityo Wisnu mengatakan, pihaknya mengapresiasi atas aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa.

“Kita akan mempertimbangkan aspirasi mahasiswa dan akan kami sampaikan ke pimpinan. Namun apapun nanti hasilnya saya minta kawan-kawan juga menerima,” ucapnya.

Dikatakannya, pihaknya mengetahui saat ini pihak dari Kahpi tengah mengajukan PK, namun proses itu tidak harus penundaan pelaksanaan eksekusi keputusan dari Kejagung.

“Kami hanya melaksanakan perintah undang-undang. Kalau kami tidak melaksanakan putusan Kejagung, maka kami akan dianggap tidak bekerja,” katanya.

Dia juga menjelaskan, putusan pertama memang menyatakan kasus ini onslag. Setelah kasasi keluarlah keputusan Mahkamah Agung.

Jadi Kahpi ini hanya memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) bukan sertifikat. Karena ada informasi di luar sana yang katanya Kahpi ini memiliki sertifikat, padahal hanya SKT yang dia miliki.

“Jadi Kahpi ini menjual tanah ke seseorang dengan harga 2 miliar, dan baru dibayar 900 juta, dan itu ada bukti jual beli tanah. Si pembeli berusaha mengajukan peningkatan tanah dari SKT menjadi sertifikat,” katanya.

Tapi ditolak oleh BPN karena di objek tanah yang dijual Kahpi itu sudah ada sertifikat atas nama orang lain. Kemudian karena tidak bisa disertifikatkan, maka batal lah perjanjian jual beli itu.

“Kahpi diminta untuk mengembalikan uang sebesar 900 juta tadi,” ungkapnya.

Kemudian lanjut Radityo Wisnu, mestinya Kahpi menggugat secara perdata kepada nama yang ada di sertifikat tanah yang diklaim miliknya itu, bukan malah menjual lagi kepada pembeli lain dengan nilai 5 miliar.

“Itulah yang dianggap Mahkamah Agung menjadi adanya niat jahat dari Kahpi. Dan ini yang dianggap adanya pidana bukan perdata lagi. Mestinya Kahpi menggugat dulu secara perdata bukan langsung mencari pembeli lain,” katanya.

Wisnu juga menyebut, dari hasil persidangan terungkap uang 5 miliar itu digunakan untuk mengganti uang 900 juta kepada pembeli pertama.

“Dari fakta persidangan, dan diucapkan oleh Kahpi langsung, uang 5 miliar ini mengalir ke beberapa pihak,” pungkasnya. (kjc)