Sidang Kasus Utang Piutang Bisnis Batubara Dipantau Komisi Yudisial

Sidang lanjutan kasus dugaan krimininalisasi berasal utang piutang bisnis batubara dipantau Komisi Yudisial, Kamis (16/11/2023) di Pengadilan Negeri Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan. (Foto: katajari.com)

Katajari.com – Sidang lanjutan kasus dugaan krimininalisasi berasa utang piutang bisnis batubara yang digelar Pengadilan Negeri Banjarbaru Provinsi Kalimantan Selatan,  mendapatkan pengawasan dan pantauan Komisi Yudisial (KY), Kamis (16/11/2023).

Sidang lanjutan kini telah memasuki pembacaan pembelaan atau pledoi terhadap terdakwa AC mantan direktur PT.EEI TBK, HS mantan direktur PT.EGL, KH mantan Komisaris PT.EGL serta DAH.

Menarik perhatian adaah kehadiran Penghubung Komisi Yudisial Wilayah Kalimantan Selatan, serta puluhan perwakilan karyawan yang bekerja di salah satu perusahaan tersebut turut melakukan pengawasan jalannya proses persidangan.

Bahkan, puluhan karyawan itu kompak memberikan dukungan moril kepada para terdakwa, dengan mengenakan kaos serba putih bertuliskan “Stop kriminalisasi dan nasib kami tergantung pada putusan majelis hakim,” yang khawatir akan terdampak pada pekerjaan mereka selama ini.

Koodinator Penghubung Komisi Yudisial RI Wilayah Kalimantan Selatan Syaban Husin Mubarak mengatakan, dirinya melakukan pemantauan persidangan, dalam hal pemantauan suatu tindakan apakah perilaku hakim itu sudah sesuai dengan ketentuan dalam kode etik pedoman profesi perilaku hakim.

“Kami sebagai peghubung Komisi Yudisial Kalimantan Selatan melakukan pengawasan atas perilaku Hakim, ada dua hal kenapa kami melakukan pemantauan,” katanya.

Salah satu di antaraya adanya laporan dari masyarakat, termasuk jika perkara tersebut menjadi perhatian publik, salah satu indikator kenapa melakukan pemantauan persidangan.

“Dalam hal pemantauan suatu tindakan apakah perilaku hakim itu sudah sesuai dengan ketentuan dalam kode etik pedoman perilaku hakim, sehingga akan memberikan implikasi kepada masyarakat, terutama dalam pemenuhan haknya sebagai mencari keadilan,” paparnya.

Pihaknya juga mengaku dapat mengambil langkah hukum terhadap orang atauapun perorangan, serta kelompok orang, atau badan hukum jika merendahkan martabat perilaku profesi para hakim.

Saut, salah satu perwakilan karyawan perusahaan tempat ia bekerja mengakui masalah persoalan hukum ini sangat terasa dampaknya terhadap perusahaannya karena menjadi terhambat dan tidak begitu maksimal dalam menjalankan pekerjaan.

Lalu, apa tujuannya mereka hadir?

“Kita, puluhan perwakilan karyawan memberikan support kepada para terdakwa dalam perkara ini, kalau melihat dari fakta persidangan kemarin sih, dari ahli sebenarnya memang perdata karena hutang perusahaan, mudahan hakim dapat mempertimbangkan hal itu,” ungkap dia.

Dengan berprosesnya masalah hukum ini, kata Saut, pihaknya merasakan dampak terhadap perusahaan tempat bekerja bekerja menjadi terhambat dan tidak begitu maksimal dalam menjalankan pekerjaan.

Dalam persidangan yang dimulai pada siang hari tersebut, ke empat terdakwa melalui kuasa hukumnya membacakan pledoi atau nota pembelaan sekitar seratus halaman.

Pledoi dibacakan di hadapan mejelis hakim Pengadilan Negeri Banjarbaru yang diketuai oleh Rahmat Dahlan dan Jaksa Penuntut Umum Jodi Aditya Indrawan, dalam kasus perkara dugaan penipuan dan penggelapan bisnis batubara.

Usai persidangan penasihat hukum para terdakwa dari Kantor Hukum Equitable Law Firm Mohammad Fadli Aziz menyampaikan isi pokok dalam nota pembelaan, di antaranya adalah menolak tegas terkait tuntutan oleh Jaka Penutut Umum, karena banyak fakta-fakta persidangan dalam tuntutan tersebut tidak tertuang.

“Bahwasanya dalam pledoi kita menolak tegas terkait tuntutan oleh Jaksa Penutut Umum, karena banyak fakta-fakta persidangan dalam tuntutan tersebut tidak tertuang,” ucapnya.

Contohnya saja dari PPJB Rp100 juta, karena ini fokus pada pembuktian penggelapan, bahwasanya Haji Sar’ie sendiri menyatakan bahwa uang 100 juta rupiah itu tidak pernah dibayar.

“Jadi jelas bahwasanya terkait akte tersebut sesuai dengan saksi ahli kami bahwa, itu batal demi hukum, karena masih ada tahap PPJB belum sah dan belum mempunyai kekuatan hukum tetap,” sambungnya.

“Sehingga belum berhak, jadi harusnya ditingkatkan ke AJB, nanti ke Kementerian ESDM, kemudian didaftarkan ke Modi, baru disitulah Haji Sar’ie mempunyai hak. Terkait 372 masalah penggelapan itu juga tidak terbukti,” katanya.

Selain itu tim kuasa hukum mempertanyakan proses mekanisme selama proses penyelidikan hingga penyidikan, karena menurut kabar bahwa para terdakwa ini “hanya satu hari” dilakukan penahanan oleh pihak Kejaksaan, besok harinya atau satu hari setelahnya berkas perkara sudah dinyatakan lengkap dan langsung dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Banjarbaru untuk menjalani proses persidangan.

Kasus yang mirip atau serupa pernah terjadi di Lampung Utara sebagaimana pemaparan Komisi III DPRRI dengan Kejaksaan agung RI dinyatakan oleh Arteria Dahlan ada kasus warga jadi korban oknum jaksa ditahan 1 hari besok langsung dilimpah ke pengadilan.

Sebelumnya ke empat orang terdakwa ini dituntut 3 tahun 10 bulan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banjarbaru.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa perjanjian pengikatan jual beli saham (PPJB Saham) yang selama ini menjadi dasar bagi Sar’ie (Pelapor) untuk mengklaim sebagai pihak yang berhak atas 40% saham dalam PT Indomarta Multi Mining (PT IMM), tidak pernah terealisasi.

Tidak pernah melakukan transaksi pembayaran atas nilai saham sebagaimana yang tercantum dalam PPJB Saham tersebut.

Atas tidak dilakukannya Pembayaran dalam PPJB tersebut oleh Sar’ie, maka akta jual beli saham (AJB Saham) tidak pernah terjadi, sehingga terungkap fakta hukum dalam persidangan bahwa peralihan hak atas saham sebanyak 40% tersebut ternyata selama ini tidak pernah terjadi.

Selain itu dalam persidangan juga terungkap adanya seputar perjanjian utang piutang antar pihak, termasuk pemberian saham sebesar 40%.

Hal itu dilakukan diduga lantaran tidak terpenuhinya uang yang mau diserahkan yakni sebesar 72 miliar rupiah, namun hanya sebesar 49,5 miliar rupiah saja.

Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam bisnis tambang batubara yang menyeret para terdakwa ini, dikenakan pasal berlapis, yakni Pasal 378 dan Pasal 374 KUHP tentang penipuan dan penggelapan. (kjc)

Tinggalkan Balasan