Puluhan Tahun Terisolir, Dua Desa di Hulu Sungai Tengah Ini Tidak Memiliki Akses Jalan

kses Desa Juhu Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan masih sangat memprihatinkan. (Foto: Dokpri untuk katajari.com)

 Katajari.com – Sejak masa lampau hingga sekarang ini akses Desa Juhu Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan masih sangat memprihatinkan.

Pasalnya, masyarakat setempat hanya memiliki jalan setapak yang tidak dapat dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat.

Mirisnya, masyarakat setempat harus menempuh dua hari perjalanan hanya untuk ke Ibukota Kabupaten HST.

“ Ketika mau pergi ke pasar, atau berurusan ke kecamatan, kami harus menempuh jalan kaki selama dua hari satu malam,” ujar Kepala Desa Juhu, Abdul Dunduk, Sabtu (18/10/2025).

Abdul Dunduk mengatakan, di desanya yang masuk kategori terpencil itu dihuni sebanyak 84 Kepala Keluarga, dengan 335 jiwa.

Dengan sulitnya akses ke desanya, diakui Junduk sangat sangat menyulitkan masyarakat terutama untuk menjual hasil panen.

“Akses kami hanya jalan setapak dan jalannya itu melalui gunung-gunung alias menanjak. Bahkan untuk menjual hasil kebun juga, misalnya jual jengkol, itu upah mengangkut sangat mahal, dibanding harga jual. Jadi jengkol di sana tidak menghasilkan,” ungkapnya.

Pendidikan Yang Masih Belum Maksimal

Terdapat satu buah Sekolah Dasar Negeri (SDN) Di Desa Juhu, meski begitu tenaga pengajar di sana masih dirasa sangat kurang, namun diakui Dunduk mereka memaklumi hal tersebut karena akses yang lagi-lagi menjadi kendala untuk kemajuan desa dan peningkatan ekonomi masyarakat.

“ Karena pengajarnya dari luar Desa Juhu, ketika hendak mengajar, mereka harus berjalan kaki 2 hari ke desa kami. Intinya semuanya ini sangat bergantung terhadap akses,” ucapnya.

Dunduk berharap, keinginan masyarakat tidaklah muluk-muluk, mereka hanya menginginkan adanya pembangunan akses jalan yang dapat dilalui kendaraan.

“Minimal bisa dilalui dengan kendaraan roda 2. kita sering mengajukan permohonan ke pemerintah kabupaten, syukurnya pemerintah kabupaten juga berupaya mengupayakan namun yang kita tahu saat ini desa kami katanya termasuk dalam kategori hutan lindung,” katanya.

Tenaga Kesehatan

Kalau tenaga pengajar pendidikan masih diisi oleh warga luar dari Desa Juhu, beda halnya dengan tenaga kesehatan, di mana Desa Juhu saat ini memiliki dua orang tenaga kesehatan yang merupakan warga Desa Juhu sendiri.

“Satu bidan, dan satu lagi perawat. Karena itu kami berencana dengan menggunakan dana desa, kami akan menyekolahkan warga kami hingga kuliah,” ujarnya.

Desa Aing Bantai

Selain desa Juhu, Desa Aing Bantai Kecamatan Batang Alai timur, Kabupaten HST juga mengalami hal serupa, Desa yang berada di wilayah Pegunungan Meratus ini hanya dapat diakses dengan cara berjalan kaki, dengan melalui jalan setapak di pegunungan.

“ Sejak indonesia belum merdeka, sampai sekarang merdeka dan sekarang usia kemerdekaan Indonesia sudah 80 tahun, akses jalan di desa kami masih belum bisa dilalui dengan kendaraan. Kadang kalau kami hendak ke Kota Barabai diperjalanan yang memakan waktu dua hari itu terkadang kami harus menginap di desa tetangga atau di hutan sebelum tiba di Kota Barabai,” ungkap Kepala Desa Aing Bantai, Jelita.

Selain desa Juhu, Desa Aing Bantai Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten HST juga mengalami hal serupa. (Foto: Dokpri untuk katajari.com)

Untuk jumlah masyarakat di Desa Aing Bantai, lebih sedikit dari Desa Juhu, di mana saat ini populasi masyarakat di Desa Aing Bantai sebanyak 70 Kepala Keluarga, dengan total 200 jiwa.

“Sudah sejak nenek moyang kami tinggal disana, katanya desa kami masuk dalam hutan lindung, bahkan kami pun tidak mengetahui penetapan hutan lindung itu kapan. Karena itu saat ini kami selalu kesulitan jika mengusulkan pembangunan terutama jalan di desa kami,” kata Jelita.

Pihaknya sangat berharap, pemerintah dapat mendengar aspirasi masyarakat agar bisa membangunkan akses jalan yang dapat mempermudah masyarakat dalam beraktivitas.

“Untuk di Desa Aing Bantai, fasilitas pendidikan hanya ada nonformal hanya paket A. sedangkan untuk kesehatan di desa kami ada bidan, tapi karena bidan nya warga luar jadi bisa dibilang tidak bisa setiap hari dia berada di sana,” ungkapnya.

Meski dalam kondisi yang serba sulit, namun Kepala Desa Juhu, maupun Kepala Desa Aing Bantai berkomitmen akan terus menjaga desa mereka dari hal-hal yang dapat merusak kearifan lokal setempat.

“ Kita akan terus berjuang, hingga desa kami dapat perhatian dari pemerintah Kabupaten, Pemerintah Kalimantan Selatan, dan Pemerintah Pusat,” tutupnya.

Respon Anggota DPR RI

Semntara Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Muhammad Rofiqi mengaku sangat prihatin atas kondisi dua desa tersebut.

Politis Partai Gerindra ini akan mengupayakan membantu masyarakat setempat untuk mendapat hak mereka seperti masyarakat di desa lainnya.

“Ini sangat tidak adil, sudah puluhan tahun masyarakat setempat terisolasi,” ujar Muhammad Rofiqi.

Anggota Komisi XIII DPR-RI itu berencana akan mengkomunikasikan dengan kementerian terkait, terutama kementerian kehutanan, untuk membahas status hutan lindung tersebut.

“Kalau perlu nanti perwakilan desa di sana (kepala desa) akan kita ajak ke kementerian,” katanya. (kjc)